(KBBI) HUKUM adalah peraturan atau adat
yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah; undang - undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup
masyarakat, patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam,dsb) yang
tertentu; keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam
pengadilan) ; vonis
(KBBI) PRANATA adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta
adat-istiadat dan norma yg mengatur tingkah laku itu, dan seluruh
perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dl
masyarakat; institusi;
PEMBANGUNAN adalah perubahan individu atau kelompok dalam
kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.
Hukum Pranata Pembangunan adalah peraturan resmi yang mengikat yang
mengatur tentang interaksi antar individu dalam melakukan perubahan untuk
mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.
DASAR IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Peraturan dan perundang-undangan yang memuat IMB adalah sebagai berikut:
- Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
- Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
- PP no. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
UU no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
BAB IV. PERSYARATAN BANGUNAN
GEDUNG.
Bagian Pertama: Umum.
Bagian Pertama: Umum.
Pasal 7, ayat (1): "Setiap bangunan gedung harus
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi
bangunan gedung."
Pasal 7, ayat (2): "Persyaratan administratif
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status
hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan
bangunan."
Bagian Kedua: Persyaratan
Administratif Bangunan Gedung.
Pasal 8, ayat (1): "Setiap bangunan gedung harus
memenuhi persyaratan administratif yang meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan
dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung; sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Pasal 8, ayat (4): "Ketentuan mengenai izin
mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah."
UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
BAB IV. TUGAS DAN WEWENANG.
Bagian Kesatu: Tugas.
Bagian Kesatu: Tugas.
Pasal 7, ayat (1): "Negara menyelenggarakan
penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Pasal 7, ayat (2): "Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara memberikan kewenangan penyelenggaraan
penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah."
Pasal 7, ayat (3): "Penyelenggaraan penataan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetap menghormati hak
yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
BAB VI. PELAKSANAAN PENATAAN
RUANG
.
Bagian Ketiga: Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
Bagian Ketiga: Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
Pasal 35: "Pengendalian pemanfaatan ruang
dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif, serta pengenaan sanksi."
Pasal 37, ayat (1): "Ketentuan perizinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan."
Pasal 37, ayat (2): "Izin pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan."
Pasal 37, ayat (3): "Izin pemanfaatan ruang yang
dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal
demi hukum."
Pasal 37, ayat (4): "Izin pemanfaatan ruang yang
diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya."
Pasal 37, ayat (5): "Terhadap kerugian yang
ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat
dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin."
Pasal 37, ayat (6): "Izin pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti
kerugian yang layak."
Pasal 37, ayat (7): "Setiap pejabat pemerintah
yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang."
Pasal 37, ayat (8): "Ketentuan lebih lanjut
mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan
pemerintah."
BAB VIII. HAK, KEWAJIBAN, DAN
PERAN MASYARAKAT .
Pasal 60: "Dalam penataan ruang, setiap orang
berhak untuk:
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat
berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah
dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian."
Pasal 61: "Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang
wajib:
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang;"
Pasal 63: "Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 dapat berupa:
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;"
PP RI no. 36 tahun 2005
BAB I. KETENTUAN UMUM.
Pasal 1: "Dalam Peraturan Pemerintah ini
yang dimaksud dengan:
6. Izin mendirikan bangunan gedung adalah
perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan
gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis
yang berlaku.
7. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung
adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah
daerah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung."
Bagian Kedua: Penetapan Fungsi Bangunan Gedung.
Pasal 6, ayat (1): "Fungsi dan
klasifikasi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur
dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL."
Pasal 6, ayat (2): "Fungsi dan
klasifikasi bangunan gedung diusulkan oleh pemilik bangunan gedung dalam
pengajuan permohonan izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 6, ayat (3): "Pemerintah daerah
menetapkan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, dalam izin
mendirikan bangunan gedung berdasarkan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau
RTBL."
Bagian Ketiga: Perubahan Fungsi Bangunan Gedung.
Pasal 7, ayat (1): "Fungsi dan
klasifikasi bangunan gedung dapat diubah melalui permohonan baru izin
mendirikan bangunan gedung."
Pasal 7, ayat (4): "Perubahan fungsi dan
klasifikasi bangunan gedung ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam izin
mendirikan bangunan gedung, kecuali bangunan gedung fungsi khusus ditetapkan
oleh Pemerintah."
Bagian Pertama: Umum.
Pasal 8, ayat (2): "Persyaratan
administratif bangunan gedung meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin
pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung."
Paragraf 3: Status Kepemilikan Bangunan Gedung.
Pasal 13, ayat (1): "Kegiatan pendataan
untuk bangunan gedung-baru dilakukan bersamaan dengan proses izin mendirikan
bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan bangunan
gedung."
Pasal 14, ayat (1): "Setiap orang yang
akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan
gedung."
Pasal 14, ayat (2): "Izin mendirikan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemerintah
daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, melalui proses
permohonan izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 14, ayat (3): "Pemerintah daerah
wajib memberikan surat keterangan rencana kabupaten/kota untuk lokasi yang
bersangkutan kepada setiap orang yang akan mengajukan permohonan izin
mendirikan bangunan gedung."
Pasal 14, ayat (4): "Surat keterangan
rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan ketentuan
yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi:
a. fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun
pada lokasi bersangkutan;
b. ketinggian maksimum bangunan gedung yang
diizinkan;
c. jumlah lantai/lapis bangunan gedung di
bawah permukaan tanah dan KTB yang diizinkan;
d. garis sempadan dan jarak bebas minimum
bangunan gedung yang diizinkan;
e. KDB maksimum yang diizinkan;
f. KLB maksimum yang diizinkan;
g. KDH minimum yang diwajibkan;
h. KTB maksimum yang diizinkan; dan
i. jaringan utilitas kota."
Pasal 14, ayat (5): "Dalam surat
keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat juga
dicantumkan ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi yang
bersangkutan."
Pasal 14, ayat (6): "Keterangan rencana
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), digunakan
sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung."
Pasal 15, ayat (1): "Setiap orang dalam
mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) wajib melengkapi dengan:
a. tanda bukti status kepemilikan hak atas
tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11;
b. data pemilik bangunan gedung;
c. rencana teknis bangunan gedung; dan
d. hasil analisis mengenai dampak lingkungan
bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan."
Pasal 15, ayat (2): "Untuk proses
pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus mendapat
pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan
pendapat publik."
Pasal 15, ayat (3): :Permohonan izin
mendirikan bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis disetujui dan disahkan oleh bupati/walikota, kecuali untuk
Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur, untuk bangunan gedung fungsi
khusus oleh Pemerintah dalam bentuk izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 15, ayat (4): "Izin mendirikan bangunan
gedung merupakan prasyarat untuk mendapatkan pelayanan utilitas umum
kabupaten/kota."
Paragraf 6: Pembangunan Bangunan Gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum.
Pasal 29: "Bangunan gedung yang dibangun
di atas dan/atau di bawah tanah, air, atau prasarana dan sarana umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) pengajuan permohonan izin
mendirikan bangunan gedungnya dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
pihak yang berwenang."
Pasal 30, ayat (4): "Izin mendirikan
bangunan gedung untuk pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) selain memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14
dan Pasal 15, wajib mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan gedung dan
dengan mempertimbangkan pendapat publik."
Bagian Pertama: Pembangunan.
Paragraf 2. Perencanaan Teknis.
Pasal 63, ayat (5): "Dokumen rencana
teknis bangunan gedung berupa rencana-rencana teknis arsitektur, struktur dan
konstruksi, mekanikal dan elektrikal, pertamanan, tata ruang-dalam, dalam
bentuk gambar rencana, gambar detail pelaksanaan, rencana kerja dan
syarat-syarat administratif, syarat umum dan syarat teknis, rencana anggaran
biaya pembangunan, dan/atau laporan perencanaan."
Pasal 64, ayat (1): "Dokumen rencana
teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (5) diperiksa, dinilai,
disetujui, dan disahkan untuk memperoleh izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 64, ayat (3): "Penilaian dokumen
rencana teknis dilaksanakan dengan melakukan evaluasi terhadap pemenuhan
persyaratan teknis dengan mempertimbangkan aspek lokasi, fungsi, dan
klasifikasi bangunan gedung."
Pasal 64, ayat (7): "Persetujuan dokumen
rencana teknis diberikan terhadap rencana yang telah memenuhi persyaratan
sesuai dengan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk
persetujuan tertulis oleh pejabat yang berwenang."
Pasal 65, ayat (1): "Dokumen rencana
teknis yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7)
dikenakan biaya izin mendirikan bangunan gedung yang nilainya ditetapkan
berdasarkan klasifikasi bangunan gedung."
Pasal 65, ayat (2): "Dokumen rencana
teknis yang biaya izin mendirikan bangunan gedungnya telah dibayar, diterbitkan
izin mendirikan bangunan gedung oleh bupati/walikota, kecuali untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta dilakukan oleh Gubernur, dan untuk bangunan gedung
fungsi khusus oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah
daerah."
Paragraf 4. Pelaksanaan Konstruksi.
Pasal 68, ayat (1): "Pelaksanaan
konstruksi bangunan gedung dimulai setelah pemilik bangunan gedung memperoleh
izin mendirikan bangunan gedung."
Bagian Kedua: Pemanfaatan.Paragraf 1: Umum.
Pasal 72, ayat (1): "Pemanfaatan
bangunan gedung merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan
fungsi yang ditetapkan dalam izin mendirikan bangunan gedung termasuk kegiatan
pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala."
Paragraf 5: Perpanjangan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan
Gedung.
Pasal 81, ayat (1): "Perpanjangan
sertifikat laik fungsi bangunan gedung pada masa pemanfaatan diterbitkan oleh
pemerintah daerah dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun untuk rumah tinggal
tunggal dan rumah tinggal deret, dan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun untuk
bangunan gedung lainnya, berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan
gedung terhadap pemenuhan persyaratan teknis dan fungsi bangunan gedung sesuai
dengan izin mendirikan bangunan gedung."
Bagian Keempat: Pembongkaran.Paragraf 2: Penetapan Pembongkaran.
Pasal 91, ayat (2): "Bangunan gedung
yang dapat dibongkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan
tidak dapat diperbaiki lagi;
b. bangunan gedung yang pemanfaatannya
menimbulkan bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan lingkungannya; dan/atau
c. bangunan gedung yang tidak memiliki izin
mendirikan bangunan gedung."
Pasal 91, ayat (6): "Untuk bangunan
gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c, pemerintah daerah menetapkan bangunan gedung tersebut
untuk dibongkar dengan surat penetapan pembongkaran."
Bagian Ketiga: Pembinaan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 112, ayat (1): "Pemerintah daerah
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan daerah di bidang
bangunan gedung melalui mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung
dan sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung, serta surat persetujuan dan
penetapan pembongkaran bangunan gedung."
BAB VII: SANKSI ADMINISTRATIF.Bagian Pertama: Umum/
Pasal 113, ayat (1): "Pemilik dan/atau
pengguna yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi
administratif, berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
c. penghentian sementara atau tetap pada
pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
d. penghentian sementara atau tetap pada
pemanfaatan bangunan gedung;
e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
f. pencabutan izin mendirikan bangunan
gedung;
g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan
gedung;
h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan
gedung; atau
i. perintah pembongkaran bangunan
gedung."
Bagian Kedua: Pada Tahap Pembangunan.
Pasal 114, ayat (2): "Pemilik bangunan
gedung yang tidak mematuhi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dalam tenggang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kalender dan
tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dikenakan sanksi berupa pembatasan kegiatan pembangunan."
Pasal 114, ayat (3): "Pemilik bangunan
gedung yang telah dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selama 14
(empat belas) hari kalender dan tetap tidak melakukan perbaikan atas
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa
penghentian sementara pembangunan dan pembekuan izin mendirikan bangunan
gedung."
Pasal 114, ayat (4): "Pemilik bangunan
gedung yang telah dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selama 14
(empat belas) hari kelender dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa penghentian tetap
pembangunan, pencabutan izin mendirikan bangunan gedung, dan perintah
pembongkaran bangunan gedung."
Pasal 115, ayat (1): "Pemilik bangunan
gedung yang melaksanakan pembangunan bangunan gedungnya melanggar ketentuan
Pasal 14 ayat (1) dikenakan sanksi penghentian sementara sampai dengan
diperolehnya izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 115, ayat (2): "Pemilik bangunan
gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung dikenakan sanksi
perintah pembongkaran."
Pasal 118: "Dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah ini:
a. izin mendirikan bangunan gedung yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah daerah dinyatakan tetap berlaku; dan
b. bangunan gedung yang belum memperoleh izin
mendirikan bangunan gedung dari pemerintah daerah, dalam jangka waktu paling
lambat 6 (enam) bulan sudah harus memiliki izin mendirikan bangunan
gedung."
Nilai lebih kepemilikan IMB
Bangunan yang telah ber-IMB memiliki kelebihan dibandingan dengan bangunan yang tidak ber-IMB, yakni:- Bangunan memiliki nilai jual yang tinggi
- Jaminan Kredit Bank
- Peningkatan Status Tanah
- Informasi Peruntukan dan Rencana Jalan
Izin Mendirikan Bangunan online
Izin Mendirikan Bangunan online (IMB online) adalah pelayanan pembuatan IMB dengan sistem online. Semua pendaftaran akan dilakukan secara online melalui www.dppb.go.id sehingga pemohon tidak perlu datang ke kantor Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B). Sistem ini menghubungkan Dinas dengan Suku Dinas P2B hingga tingkat kecamatan. Pemohon tinggal memilih menu IMB rumah tinggal atau non-rumah tinggal. Setelah itu, pemohon memasukkan lampiran data berupa gambar bangunan yang dimaksud. Pengisian data harus lengkap. Jika tidak, permohonan akan tertolak. Selanjutnya, pemohon membayar retribusi ke Bank DKI. Setelah membayar, buktinya dipindai lalu dikirim.Sistem IMB online diterapkan mulai 1 Februari 2014 dan diresmikan oleh Joko Widodo pada tanggal 13 Februari 2014.] Penerapan sistem ini diharapkan dapat menekan praktik pencaloan dalam mendapatkan IMB. Menurut Kepala Dinas P2B DKI, Putu Indiana, sistem ini akan mampu memangkas hingga 50 persen waktu yang biasa diperlukan untuk mengurus IMB secara konvensional. Untuk menghindari celah bagi pembuat IMB palsu, verifikasi dokumen akan dilakukan saat pemohon mengambil sertifikat IMB di masing-masing kecamatan, yaitu setelah pemohon selesai membayar retribusi pembuatan IMB. Jika beberapa dokumen terdeteksi tidak sesuai seperti tujuan penggunaan bangunan, permohonan dapat ditolak dan pemohon bisa dikenakan sanksi pidana atas tuduhan pemalsuan dokumen.
Perizinan khusus
Perizinan pembangunan tempat ibadah
Pengurusan IMB untuk tempat ibadah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2006/nomor 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.BAB I. KETENTUAN UMUM.
Pasal 1: "Dalam Peraturan Bersama ini
yang dimaksud dengan:
3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki
ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk
masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.
4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang
selanjutnya disebut Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi
kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik
Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah
daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.
6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang
selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan
difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan
memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah
panitia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah
ibadat.
8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang
selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh
bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat."
Pasal 4, ayat (1): "Pemeliharaan
kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban
bupati/walikota."
Pasal 4, ayat (2): "Pelaksanaan tugas
dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh
kepala kantor departemen agama kabupaten/kota."
Pasal 6, ayat (1): "Tugas dan kewajiban
bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
e. menerbitkan IMB rumah ibadat."
Pasal 13, ayat (1): "Pendirian rumah
ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan
komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di
wilayah kelurahan/desa."
Pasal 13, ayat (2): "Pendirian rumah
ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga
kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum,
serta mematuhi peraturan perundang-undangan."
Pasal 13, ayat (3): "Dalam hal keperluan
nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana
dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk
digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/ kota atau provinsi.
Pasal 14, ayat (1): "Pendirian rumah
ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan
gedung."
Pasal 14, ayat (2): "Selain memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus
memenuhi persyaratan khusus meliputi:
a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk
pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan
oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling
sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. rekomendasi tertulis kepala kantor
departemen agama kabupaten/kota; dan
d. rekomendasi tertulis FKUB
kabupaten/kota."
Pasal 14, ayat (3): "Dalam hal
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan
persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban
memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat."
Pasal 16, ayat (1): "Permohonan
pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh
panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB
rumah ibadat."
Pasal 16, ayat (2): "Bupati/walikota
memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan
pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)."
Pasal 17: "Pemerintah daerah
memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang
telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang
wilayah."
Pasal 18, ayat (1): "Pemanfaatan
bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus
mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota dengan
memenuhi persyaratan:
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta
ketenteraman dan ketertiban masyarakat."
Pasal 18, ayat (2): "Persyaratan laik
fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan
perundang-undangan tentang bangunan gedung."
Pasal 18, ayat (3): "Persyaratan
pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. izin tertulis pemilik bangunan;
b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
c. pelaporan tertulis kepada FKUB
kabupaten/kota; dan
d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor
departemen agama kabupaten/kota."
Pasal 21, ayat (1): "Perselisihan akibat
pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat
setempat."
Pasal 21, ayat (2): "Dalam hal
musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian
perselisihan dilakukan oleh bupati/wali kota dibantu
kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan
secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB
kabupaten/kota."
Pasal 21, ayat (3): "Dalam hal
penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dicapai,
penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat."
Pasal 28, ayat (1): "Izin bangunan
gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum
berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan tetap berlaku."
Pasal 28, ayat (2): "Renovasi bangunan
gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB untuk rumah ibadat, diproses
sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi."
Pasal 28, ayat (3): "Dalam hal bangunan
gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara permanen dan/atau merniliki
nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadat sebelum berlakunya
Peraturan Bersama ini, bupati/walikota membantu memfasilitasi penerbitan IMB
untuk rumah ibadat dimaksud."
Pasal 29: "Peraturan perundang-undangan
yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah wajib disesuaikan dengan
Peraturan Bersama ini paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun."
Pasal 30: "Pada saat berlakunya
Peraturan Bersama ini, ketentuan yang mengatur pendirian rumah ibadat dalam
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor
01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam
Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama
oleh Pemeluk-Pemeluknya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku."
Undang Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang : Penataan Ruang
BAB I
KETENTUAN UMUM
Menjelaskan tentang penataan
ruang sebagai mana fungsinya,
1. Ruang adalah wadah yang
meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan
ruang udara sebagai. satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak.
3. Penataan ruang adalah proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Penataan ruang berasaskan:
a. pemanfaatan ruang
bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya
guna dan berhasil guna, serasi,
selaras, seimbang, dan berkelanjutan;
b. keterbukaan, persamaan,
keadilan, dan perlindungan hukum.
Penataan ruang bertujuan:
a. terselenggaranya
pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang
berlandaskan Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional;
b. terselenggaranya
pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung
dan kawasan budi daya;
c. tercapainya pemanfaatan ruang
yang berkualitas
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Ketentuan mengenai pelaksanaan
hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud
(1) Setiap orang berhak menikmati
manfaat ruang termasuk pertambahan
nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang.
(1) Setiap orang berkewajiban
berperan serta dalam memelihara kualitas
ruang.
BAB IV
PERENCANAAN, PEMANFAATAN, DAN
PENGENDALIAN
Bagian Pertama
Umum
Penataan ruang berdasarkan fungsi
utama kawasan meliputi kawasan
lindung dan kawasan budi daya.
Bagian Kedua
Perencanaan
Perencanaan tata ruang dilakukan melalui
proses dan prosedur
penyusunan serta penetapan
rencana tata ruang berdasarkan
ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pemanfaatan
Pemanfaatan ruang dilakukan
melalui pelaksanaan program
pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya,
yang didasarkan atas
rencana tata ruang.
Bagian Keempat
Pengendalian
Pengendalian pemanfaatan ruang
diselenggarakan melalui kegiatan
pengawasan dan penertiban
terhadap pemanfaatan ruang.
BAB V
RENCANA TATA RUANG
Rencana tata ruang dibedakan
atas:
a. Rencana Tata Ruang wilayah
Nasional;
b. Rencana Tata Ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I;
c. Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.
BAB VI
WEWENANG DAN PEMBINAAN
Negara menyelenggarakan penataan
ruang untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pada saat mulai berlakunya
Undang-undang ini semua peraturan perundangundangan
yang berkaitan dengan penataan
ruang yang telah ada tetap
berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undangundang
ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik
Indonesia.
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG
PENATAAN RUANG
1. Ruang wilayah
negara Indonesia sebagai wadah atau tempat bagi
manusia dan makhluk
lainnya hidup, dan melakukan kegiatannya
merupakan karunia
Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.
Sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang perlu disyukuri, dilindungi
dan dikelola, ruang
wajib dikembangkan dan dilestarikan
pemanfaatannya secara
optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan
hidup yang
berkualitas.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia
adalah seluruh wilayah negara
meliputi daratan, lautan, dan
udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
termasuk laut dan landas kontinen
di sekitarnya, di mana Republik
Indonesia memiliki hak berdaulat atau
kewenangan hukum sesuai dengan
ketentuan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Tahun 1982 tentang
Hukum laut.
3. Ruang meliputi ruang daratan,
ruang lautan, dan ruang udara beserta
sumber daya alam yang terkandung
di dalamnya bagi kehidupan dan
penghidupan. Kegiatan manusia dan
makhluk hidup lainnya
membutuhkan ruang sebagaimana
lokasi berbagai pemanfaatan ruang
atau sebaliknya suatu ruang dapat
mewadahi berbagai kegiatan,
sesuai dengan kondisi alam
setempat dan teknologi yang diterapkan.
4. Ruang wilayah negara sebagai
suatu sumber daya alam terdiri dari
berbagai ruang wilayah sebagai
suatu subsistem. Masing-masing
subsistem meliputi aspek politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
keamanan, dan kelembagaan dengan
corak ragam dan daya dukung
yang berbeda satu dengan yang
lainnya.
5. Penataan ruang sebagai proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang merupakan satu
kesatuan sistem yang tidak
terpisahkan satu dengan yang lainnya.
Untuk menjamin tercapainya tujuan
penataan ruang diperlukan
peraturan perundang-undangan
dalam satu kesatuan sistem yang
harus memberi dasar yang jelas,
tegas dan menyeluruh guna
menjamin kepastian hukum bagi
upaya pemanfaatan ruang.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar