Rabu, 25 Januari 2017

AMDAL DAN CONTOH BENTUK PENYIMPANGANNYA


I.PENGERTIAN AMDAL

AMDAL adalah singkatan dari Analisis Dampak Lingkungan.AMDAL menurut PP No.27 Tahun 1999 yang berbunyi bahwa pengertian AMDAL adalah Kajian atas dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. AMDAL adalah analisis yang meliputi berbagai macam faktor seperti fisik, kimia, sosial ekonomi, biologi dan sosial budaya yang dilakukan secara menyeluruh. AMDAL untuk diperlukannya studi kelayakan karena dalam undang-undang dan peraturan pemerintah serta menjaga lingkungan dari operasi proyek kegiatan industri atau kegiatan-kegiatan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Komponen-komponen AMDAL adalah PIL (Penyajian informasi lingkungan), KA (Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis dampak lingkungan), RPL ( Rencana pemantauan lingkungan), RKL (Rencana pengelolaan lingkungan).

Fungsi Amdal,yaitu          :

1.       Bahan perencanaan pembangunan wilayah
2.       Membantu proses dalam pengambilan keputusan terhadap kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
3.       Memberikan masukan dalam penyusunan rancangan rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
4.       Memberi masukan dalam penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
5.       Memberikan informasi terhadap masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
6.       Tahap pertama dari rekomendasi tentang izin usaha
7.       Merupakan Scientific Document dan Legal Document
8.       Izin Kelayakan Lingkungan

Manfaat AMDAL berdasarkan sasaran dan ruang lingkupnya terbagi atas 3 kelompok manfaat,yaitu :

A. Manfaat AMDAL bagi Pemerintah 

1.       Mencegah dari pencemaran dan kerusakan lingkungan. 
2.       Menghindarkan konflik dengan masyarakat. 
3.       Menjaga agar pembangunan sesuai terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan. 
4.       Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup. 

 B. Manfaat AMDAL bagi Pemrakarsa. 

1.       Menjamin adanya keberlangsungan usaha. 
2.       Menjadi referensi untuk peminjaman kredit. 
3.       Interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar untuk bukti ketaatan hukum. 

C. Manfaat AMDAL bagi Masyarakat

1.       Mengetahui sejak dari awal dampak dari suatu kegiatan. 
2.       Melaksanakan dan menjalankan kontrol. 
3.       Terlibat pada proses pengambilan keputusan.

II.PARAMETER AMDAL



Seperti diketahui bahwa lingkungan merupakan suatu sistem dimana terdapat interaksi antara berbagai macam parameter lingkungan didalamnya.  Misalnya suatu penentuan lahan (zoning) untuk pembangunan perumahan dapat menyebabkan erosi tanah ditempat lain karena adanya dislokasi bebatuan atau dapat menyebabkan hilangnya tingkat kesuburan tanah akibat terkikisnya lapisan atas lahan tersebut.

Parameter atau atribut lingkungan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis :

A.      Parameter terperinci yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan keadaan lingkungan di mana setiap perubahan dari parameter ini akan merupakan indikator dari perubahan-perubahan dalam lingkungan yang bersangkutan.

B.      Parameter umum yaitu suatu tinjauan singkat atas parameter lingkungan yang secara umum dapat menggambarkan sifat dari dampak-dampak yang potensial terhadap lingkungan.

C.      Parameter controversial yaitu parameter lingkungan yang karena usaha-usaha pembangunan fisik mendapat dampak lingkungan tertentu atas dampak yang terjadi ini kemudian timbul suatu reaksi yang bertentangan dari masyarakat umum.

Parameter lingkungan yang harus dianalisis pada operasi AMDAL, meliputi :

A. Dampak lingkungan langsung :

Ø  Faktor fisis biologis :

Ø  Udara
Ø  Air
Ø  Lahan
Ø  Aspek ekologi hewan dan tumbuhan
Ø  Suara
Ø  SDA termasuk kebutuhan energi

B.Faktor Sosial Budaya

Ø  Taat cara hidup
Ø  pola kebutuhan psikologis
Ø  sistem psikologis
Ø  kebutuhan lingkungan sosial
Ø  pola sosial budaya

C.Faktor Ekonomi

Ø  Ekonomi regional dan ekonomi perkotaan
Ø  Pendapatan dan pengeluaran sector public
Ø  Konsumsi dan pendapatan perkapita 

B. Dampak lingkungan langsung :

Ø  Perluasan pemanfaatan lahan
Ø  Pengembangan kawasan terbangun
Ø  Perubahan gaya hidup karena meningkatnya daya mobilitas masyarakat dll

        Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat dikemukakan bahwa “Analisis Dampak Lingkungan” adalah suatu studi tentang kemungkinan perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai karakteristik sosial ekonomi dan biologis dari suaut lingkungan yang mungkin disebabkan oleh suatu tindakan yang direncanakan maupun tindakan pembangunan yang telah dilaksanakan dan merupakan ancaman terhadap lingkungan.

III.INTI AMDAL



Tiga nilai-nilai inti AMDAL :

1.       integritas-dalam proses AMDAL akan sesuai dengan standar yang disepakati.
2.       utilitas - dalam proses AMDAL akan menyediakan seimbang, kredibel informasi untuk keputusan.
3.       kesinambungan - dalam proses AMDAL akan menghasilkan perlindungan lingkungan.
Apa maksud dan tujuan dari AMDAL?

        Maksud dan tujuan dari AMDAL dapat dibagi menjadi dua kategori. Itu tujuan langsung AMDAL adalah untuk memberi proses pengambilan keputusan oleh berpotensi signifikan mengidentifikasi dampak lingkungan dan risiko proposal pembangunan. Tertinggi (jangka panjang) Tujuan AMDAL adalah untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan dengan memastikan bahwa usulan pembangunan tidak merusak sumber daya kritis dan fungsi ekologis atau kesejahteraan, gaya hidup dan penghidupan masyarakat dan bangsa yang bergantung pada mereka.

Tujuan langsung AMDAL adalah untuk:

Ø  memperbaiki desain lingkungan proposal;
Ø  memastikan bahwa sumber daya tersebut digunakan dengan tepat dan efisien;
Ø  mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi potensi dampak proposal; dan
Ø  informasi memfasilitasi pengambilan keputusan, termasuk pengaturan lingkungan syarat dan ketentuan untuk menerapkan usulan tersebut.

Tujuan jangka panjang AMDAL adalah untuk:

Ø  melindungi kesehatan dan keselamatan manusia;
Ø  menghindari perubahan ireversibel dan kerusakan serius terhadap lingkungan;
Ø  menjaga sumber daya berharga, daerah alam dan komponen ekosistem; dan
Ø  meningkatkan aspek-aspek sosial dari proposal.

IV.PROSES DAN PROSEDUR AMDAL


Secara Umum Prosedur Amdal terdiri dari          :

Ø  Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Ø  Proses pengumuman
Ø  Proses pelingkupan (scoping)
Ø  Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Ø  Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Ø  Persetujuan Kelayakan Lingkungan

Berikut kami sarikan masing-masing PROSEDUR AMDAL tsb:

Proses Penapisan:

Proses penapisan (Proses Seleksi) wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah. Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.

Proses Pengumuman

Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL.
Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.

Proses Pelingkupan

Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan. Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.

Proses penyusunan dan penilaian KA-ANDAL

Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Proses penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Persetujuan kelayakan lingkungan

Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana usaha dan/atau kegiatan diterbitkan oleh:

Ø  Menteri, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai pusat;
Ø  Gubernur, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai provinsi; dan
Ø  Bupati/walikota, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai kabupaten/kota.
Penerbitan keputusan wajib mencantumkan:
Ø  dasar pertimbangan dikeluarkannya keputusan;
Ø  pertimbangan terhadap saran, pendapat dan tanggapan yang diajukan oleh warga masyarakat.

AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1086. Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis, maka sejak tanggal 23 Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29 Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL. 
Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini diharapkan pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal.
AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain:

Ø  jumlah manusia yang terkena dampak
Ø  luas wilayah persebaran dampak
Ø  intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Ø  banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
Ø  sifat kumulatif dampak
Ø  berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

a)      Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012
b)      Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010
c)       Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
d)      Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008

V.STUDI KASUS

PENYIMPANGAN AMDAL DI TPA BANTARGEBANG BEKASI,TANGGERANG


BAB 1 PENDAHULUAN

Penataan lingkungan adalah rangkaian kegiatan menata kawasan tertentu agar bermanfaat secara optimal berdasarkan ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah. Sebuah kawasan tertentu akan terlihat sebagai kawasan tersebut, apabila kondisi lingkungannya ditata dan dipelihara dengan baik sesuai dengan kawasan tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap makhluk hidup utamanya manusia tidak dapat lepas dari dampak globalisasi tersebut, karena makhluk hiduplah pelaku utama dari kegiatan tersebut.
Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan. Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. “Kalau sebuah kawasan industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda tidak bisa berbuat apa-apa.
        Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di Bugangan Baru. Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak bisa mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri tersebut. Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu diketahui oleh Bapedalda agar instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran yang bisa terjadi. Ia menambahkan, industri kecil, seperti industri mebel, sebenarnya berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering hanya menyoroti industry berskala besar.

BAB II PEMBAHASAN

A. Analisa:

        Aspek Hukum Perlindungan kawasan industri di Semarang dari Pencemaran Limbah Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (pasal 1 angka 2 UUPLH). Secara umum Pengelolaan secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah ini memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.

Sistem Perizinan

Pasal 18 UUPLH menyatakan:

Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.
        Penjelasan Pasal 18 ayat (1) UUPLH menyatakan bahwa contoh izin yang dimaksud adalah antara lain izin kuasa pertambangan untuk usaha di bidang pertambangan, atau izin usaha industri untuk usaha bidang industri (Hardjasoemantri, 2002: 294).
        Penjelasan ayat (3) menyatakan: “Dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan harus ditegaskan kewajiban yang berkenaan dengan penataan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya”. Artinya apabila suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, menurut peraturan  perundang-undangan yang berlaku diwajibkan melaksanakan analisis dampak lingkungan hidup, maka persetujuan atas analisis mengenai dampak lingkungan hidup tersebut harus diajukan bersama dengan permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

        Dalam melaksanakan sistem perizinan, diatur pula berbagai hal dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 UUPLH. Pasal 19 ayat (1) UUPLH menyatakan, bahwa dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan:

Rencana tata ruang;
Pendapat masyarakat;
Pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut.

        Penjelasan Pasal 19 ayat (2) menyatakan, bahwa pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan merupakan pelaksanaan atas keterbukaan pemerintah. Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan tersebut memungkinkan peran serta masyarakat khususnya yang belum menggunakan kesempatan dalam prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan keputusan izin.

        Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dalam Pasal 20 UUPLH menyatakan: Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup. Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia. Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada menteri. Pembuangan ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri. Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

        Pasal 21 UUPLH menyatakan, bahwa setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun. Ketentuan pasal ini perlu dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 49 ayat (2) yang merupakan ketentuan peralihan yang menyatakan, bahwa sejak diundangkannya UUPLH dilarang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan limbah bahan berbahaya dan beracun yang diimpor (Hardjasoemantri, 2002: 296).

        Di Indonesia Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) diatur dalam PP No 27 tahun 1999. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. AMDAL sangat diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatanyang dinilai berpotensi berdampak negatif terhadap lingkungan.

B. Upaya Hukum Kasus Pencemaran Oleh Industri Kecil Di Semarang :

Sanksi Administrasi

        Ketentuan tentang sanksi administrasi ini tidak terdapat dalam UULH, karena pada umumnya sanksi administrasi terkait dengan system perizinan. Seseorang yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam izin yang diberikan, dikenakan sanksi administrasi yang diberikan oleh instansi yang berwenang member izin.
        Dalam UUPLH diadakan ketentuan tentang sanksi administrasi, sehingga diperoleh ketentuan yang jelas, yang dapat diterapkan oleh instansi yang terkait.
        Pasal 25 UUPLH menyatakan: Gubernur/ Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintah terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang. Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada Bupati/ Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah Tingkat I. Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didahului dengan surat perintah dari pejabatyang berwenang. Tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diganti dengan pembayaran sejumlah uang tertentu (.Hardjasoemantri, 2002: 347).

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Dapat ditarik kesimpulan  dari pembahasan kasus diatas adalah sebagai berikut:

Ø  Aspek Hukum mengenai pencemaran di kawasan Lingkungan Industri Kecil Semarang  diatur dalam UUPLH No 23 tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah Kabupaten untuk mengatur dan mengurus,dan menegakkan hukum.
Ø  Upaya penegakkan hukum yang dapat dilakukan berkaitan dengan kasus pencemaran di Lingkungan Industri Kecil adalah dengan penerapan instrumen hukum secara Administratif, Hukum Perdata, dan Hukum Pidana. Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, barulah dipergunakan sarana sanksi pidana sebagai senjata pamungkas.

SUMBER







Selasa, 17 Januari 2017

PENYIMPANGAN TATA RUANG DI SEKITAR BANTARAN KALI CILIWUNG




BAB 1


LATARBELAKANG

            Globalisasi dewasa ini terjadi begitu cepat dan juga berdampak terhadap segala kebutuhan dan teknologi.Salah satunya terhadap pembangunan khususnya pembangunan pemukiman dan bangunan bangunan tinggi guna memprasaranai manusia dalam menjalankan aktivitasnya.Pesatnya pembangunan di Indonesia tidak di barengi dengan analisa dan dampak yang di timbulkan oleh bangunan yang akan didirikan kelak,yang akibatnya terjadi permasalahan baik dalam skala kecil (cakupan sempit) hingga permasalahan besar dalam cakupan yang luas.

                Masalah tersebut dampak dari perbuatan manusia sendiri yang bertindak tanpa perencanaan atau tanpa pikir panjang dampak ke depannya pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Selain itu berbagai masalah perkotaan timbul akibat perencanaan tata ruang kota yang tidak jelas, serta inkonsistensi pembuat kebijakan dalam melaksanakan perencanaan pembangunan.

Persoalan permukiman merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kantong-kantong kemiskinan yang fatal dan kemudian menyebabkan lahirnya berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk menangani dan mengawasinya. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan.Terlebih apabila pemukiman tersebut didirikan di sekitar area bantaran kali yang notabene sebegai salah satu penyedia sumber daya di lingkungan perkotaan.

Salah satu kajian saya dalam pembahasan ini merupakan penyimpangan tata ruang kali ini adalah penyimpangan tata ruang di daerah bantaran sungai khususnya Penyimpangan Tata Ruang di Sekitar Bantaran Kali Ciliwung yang secara garis besar biasanya merupakan daerah kawasan hijau perkotaan adapun batasan berdasarkan ketetapan undang-undang di suatu kota minimal garis sepadan sungainya sebesar 15m,dan adapun undang-undang yang mengatur mengenai tata ruang tersebut terdapat dalam undang-undang nomer 24 tahun 1992.

PENGERTIAN TATA RUANG DAN UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR

Menjelaskan tentang penataan ruang sebagai mana fungsinya       :

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai. satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.

Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Berdasarkan pasal 1 ayat 3 UU No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Adapun tujuan dari penataan ruang dalam konteks hukum positif Indonesia meliputi tiga hal (pasal 3 UU.24/1992) :

1.       Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara.

2.       Terselenggaranya pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya.

3.       Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :

·      Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera.

·   Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia.

·      Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

·     Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.

·     Mewujudkan keseimbangan kepentingan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

BAB 2

STUDI KASUS

PENYIMPANGAN TATA RUANG DI AREA BANTARAN KALI CILIWUNG


Kelayakan Sungai Ciliwung sebagai wadah penampungan air, idealnya menjadi sorotan bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia. Sungai yang berhulu dari Bogor hingga Depok ini, tergolong tercemar berat kelas IV. Statusnya sudah mencapai mutu E (cemar sangat berat). Padahal, cukup banyak warga yang bermukim di bantaran sungai. Kondisi ini mengakibatkan air sungai ciliwung tidak layak konsumsi dan kawasan daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung, kategori kawasan kumuh.

            Bantaran Sungai Ciliwung Jakarta dipadati masyarakat yang menggantungkan hidupnya di pinggiran sungai, bahkan lika – liku aktifitas masih terlihat di sepanjang aliran sungai ini. Hal ini terbukti, saat memperhatikan sepanjang Jalan Kampung Melayu Besar hingga Manggarai Tebet, Jakarta Timur, kebanyakan para kaum urban yang ’nekad’ datang ke Jakarta demi mencari lapangan pekerjaan namun kondisi berkata lain, sedikit dari para kaum urban yang merantau ke Jakarta untuk mencari kerja, berhasil. Dari persoalan ini, kaum urban tanpa berpikir panjang membangun pemukiman di bantaran sungai ini, akibatnya memperburuk tata ruang perairan sungai Ciliwung. 

            Dari kondisi sungai saat ini, maka sungai ciliwung tidak mampu menjalankan fungsi dengan baik sebagai penampung curah hujan. 2007 lalu, tercatat banjir telah mengenangi hingga 70% meter persegi wilayah Jakarta. Padahal 2002 lalu, wilayah Jakarta yang tergenang banjir hanya sekitar 24% meter persegi. Perbedaan luas genangan banjir yang mencolok ini, menggambarkan potret Jakarta yang kian memprihatinkan dari tahun ke tahun.

Pemukiman kumuh tidak hanya merusak pemandangan kota, tetapi juga ikut merusak kesehatan sungai. Dengan panjang sekitar 60 kilometer, bantaran sungai ciliwung telah dipenuhi pemukiman warga yang terlihat kotor dan kumuh. Dampak yang ditimbulkan ialah mendorong penyempitan badan sungai, bahkan daya tampung sungai ciliwung dalam mengalirkan air semakin berkurang. Penyempitan badan sungai ini, bisa berakibat fatal bagi perkembangan lingkungan sehat di DKI Jakarta.Hal ini akan berakibat banjir ketika musim penghujan. Selain itu, dampak sosial lain yang ditimbulkan seperti menurunnya kualitas hidup masyarakat bantaran kali, seperti penyakit yang kapan saja bisa mengacam, dan terseret aliran sungai ciliwung ketika meluap akibat curah hujan, akan terjadi. 

 FAKTOR PENYEBAB PENYIMPANGAN TATA RUANG DI AREA BANTARAN KALI CILIWUNG

Tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. Terbentuknya pemukiman kumuh dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.Berikut merupakan yang melatarbelakangi munculnya pemukiman kumuh di pelosok kota khususnya di kota-kota besar padat penduduk :

Timbulnya kawasan kumuh menurut Hari Srinivas (2003) dapat dikelompokan sebagai berikut:

1.      Faktor internal: Faktor budaya, agama, tempat bekerja, tempat lahir, lama tinggal, investasi rumah, jenis bangunan rumah.

2.      Faktor eksternal: Kepemilikan tanah, kebijakan pemerintah

Penyebab utama tumbuhnya lingkungan kumuh menurut Khomarudin (1997) antara lain adalah :

1.      Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat, berpenghasilan rendah,
2.      Sulit mencari pekerjaan,

3.      Sulitnya mencicil atau menyewa rumah,

4.      Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan,

5.      Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah serta

6.      Disiplin warga yang rendah.

7.      Kota sebagai pusat perdagangan yang menarik bagi para pengusaha,

8.      Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah.

DAMPAK PENYIMPANGAN TATA RUANG DI AREA BANTARAN KALI

Dampak yang ditimbulkan akibat adanya pemukiman kumuh adalah sebagai berikut        :

a. Perilaku Menyimpang    

Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada permukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-normal sosial, tradisi dan kelaziman berlaku sebagaimana kehendak sebagian besar anggota masyarakat. 

Wujud perilaku menyimpang di pemukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat, juga termasuk perbuatan menghindari pajak, tidak memiliki KTP, dan menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong dan kegiatan sosial lainnya, mabuk-mabukan, adu ayam, mencoret-coret fasilitas umum, dll.

Akibat lebih lanjut dari perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah ke tindak kejahatan (kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan, dan tindak kriminal lainnya,

b. Terbatasnya sarana air bersih

Berdasarkan survei yang pernah dilakukan, hanya sekitar 60% penduduk Indonesia mendapatkan air bersih dari PDAM, terutama untuk penduduk perkotaan, selebihnya mempergunakan sumur atau sumber air lain. Bila datang musim kemarau, krisis air dapat terjadi dan penyakit gastroenteritis mulai muncul di mana-mana.

c. Menurunnya kualitas air sungai

Hal ini terjadi karena kebiasaan penduduk melakukan kegiatan MCK di bantaran sungai. Akibatnya, kualitas air sungai menurun dan apabila digunakan untuk air baku memerlukan biaya yang tinggi. Selain itu hampir semua limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan industri dibuang langsung dan bercampur menjadi satu ke badan sungai atau laut.

d. Kesehatan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh tergangu

Dengan munculnya lingkungan yang kumuh di tengah masyarakat miskin di perkotaan,akan menyebabkan kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut akan terganggu. Hal ini dikarenakan faktor lingkungan yang kurang bersih akan menumbuhkan bibit-bibit penyakit dan menyebabkan masyarakat miskin terjangkit penyakit yang kebanyakan adalah penyakit menular.

BAB 3


SOLUSI DAN KESIMPULAN

Tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. Terbentuknya pemukiman kumuh dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.

Pemerintah selain memberikan rumah susun juga harus memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka yang belum punya pekerjaan. Dan masyarakat harus selalu menjaga lingkungannya agar tetap indah, bersih, dan teratur.

Pemerintah daerah juga harus berupaya memenuhi standarisasi minimum akan kebutuhan ruang terbuka hijau,hal ini lebih menimbulkan manfaat selain untuk mengurangi dampak pemanasan global juga untuk mengisi daerah sekitar bantaran kali guna menutup ruang yang tak terpakai agar tidak digunakan sebagai pemukiman kumuh.

DAFTAR PUSTAKA

Dina. (2008).Review Artikel Mengenai Masalah Permukiman Kota : Diperoleh dari 9Desember 2011 sumber  http://dinaonline.net46.net/KUMPULAN%20ARTIKEL.htm 

Luchita, P. (2010). Makalah Pemukiman Kumuh dan Upaya Untuk Mengatasinya: Diperolehdari 7 Desember 2011 sumber http://pou-pout.blogspot.com/2010/03/makalah-permukiman-kumuh-dan-upaya.html 

Masrun, Laode. (2009). Permukiman Kumuh : Diperoleh dari 8 Desember 2011 sumber http://odexyundo.blogspot.com/2009/08/permukiman-kumuh.html 

Revandz, R. (2011). 7 Masalah Kesehatan Lingkungan Di Indonesia 

Rukmana, D. (2009). Kemiskinan dan Permukiman Kumuh di Perkotaan: 

Zoebir, Z. (2008). Perilaku Menyimpang Masyarakat Migran Pemukiman Kumuh diPerkotaan:Diperoleh dari 7 Desember 2011 sumber http://zuryawanisvandiarzoebir.wordpress.com/2008/08/09/perilaku-menyimpang-masyarakat-migran-pemukiman-kumuh-di-perkotaan/ 




http://news.liputan6.com/